Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Akan terjadi fitnah di saat orang yang duduk lebih baik (selamat) daripada orang yang berdiri. Dan orang yang berdiri, lebih baik (selamat) dari orang yang berjalan. Sedangkan orang yang berjalan, lebih selamat dari orang yang berlari. Dan siapa yang mengintainya akan disambar (ditangkap) olehnya, maka siapa yang mendapatkan tempat berlindung daripadanya, maka hendaklah berlindung di tempat itu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Saat dunia tak ada lagi tempat bernaung. Saat tiap sudut sirna sudah sebagai tempat berlabuh. Dan tiap insan tak tahu harus kemana berteduh. Itulah hari akhir. Hari Allah, dan hari di mana Allah membalas semua perbuatan-perbuatan kita selama di dunia. Baik amal terpuji, maupun amal tercela. Baik orang miskin, pun orang kaya.
Tak ada lagi kesenjangan sosial di hari itu, sebab semua manusia disibukkan bukan oleh hartanya—namun oleh amalan-amalannya. Sejak saat itulah manusia dibalas sesuai apa yang ia perbuat, amalan-amalan dengan nilai pahala dan dosa yang kecil maupun besar.
Sebelum memasuki Kiamat Kubra, manusia dihadapkan oleh tanda-tanda kiamat. Tanda-tanda kiamat pun variatif. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kiamat itu tidak akan terjadi sebelum kamu melihat sepuluh tanda, yakni: Pertama, asap. Kedua, Dajjal. Tiga, binatang melata di bumi. Empat, terbitnya matahari sebelah barat. Lima, turunnya Nabi Isa AS. Enam, keluarnya Yakjuj dan Makjuj. Tujuh, gerhana di timur. Delapan, gerhana di barat. Sembilan, gerhana di jazirah Arab dan terakhir, keluarnya api dari Kota Yaman dan menghalau manusia ke tempat penggiringan mereka."
Pertama, Dajjal. Maksudnya ialah bahaya besar yang tidak ada bahaya sepertinya sejak Nabi Adam AS sampai hari kiamat. Dajjal dapat membuat apa saja perkara-perkara yang luar biasa. Dia akan mendakwa dirinya Tuhan, sebelah matanya buta dan di antara kedua matanya tertulis perkataan 'kafir'.
Tanda kedua, asap akan memenuhi timur dan barat, ia akan berlaku selama 40 hari. Apabila orang yang beriman terkena asap itu, ia akan bersin seperti terkena selesma, sementara orang kafir keadaannya seperti orang mabuk. Asap akan keluar dari hidung, telinga dan dubur mereka.
Tanda ketiga, yakni keluarnya binatang melata yang dikenali sebagai Dabatul Ardh ini akan keluar di Kota Makkah dekat gunung Shafa. Ia akan berbicara dengan kata-kata yang fasih dan jelas. Dabatul Ardh ini akan membawa tongkat Nabi Musa AS dan cincin Nabi Sulaiman AS. Apabila binatang ini memukulkan tongkatnya ke dahi orang yang beriman, maka akan tertulislah di dahi orangitu 'Ini adalah orang yang beriman'. Apabila tongkat itu dipukul ke dahi orang yang kafir, maka akan tertulislah 'Ini adalah orang kafir'.
Tanda keempat, yaitu turunnya Nabi Isa AS di negeri Syam di menara putih. Beliau akan membunuh Dajjal. Kemudian Nabi Isa AS akan menjalankan syariat Nabi Muhammad SAW.
Yakjuj dan Makjuj juga akan keluar, mereka ini merupakan dua golongan. Satu golongan kecil dan satu lagi golongan besar. Yakjuj dan Makjuj itu kini berada di belakang bendungan yang dibangun oleh Iskandar Zulqarnain.
Sejalan dengan tanda-tanda tersebut, Rasulullah SAW bersabda dalam hadits lain, "Hari kiamat itu mempunyai tanda, bermulanya dengan tidak laris jualan di pasar, sedikit saja hujan dan begitu juga dengan tumbuh-tumbuhan. Ghibah menjadi-jadi dan merata-rata, memakan riba, banyaknya anak-anak zina, orang kaya diagung-agungkan, orang-orang fasik akan bersuara lantang di masjid, para ahli mungkar lebih banyak menonjol dari ahli haq."
Allah SWT berfirman, “Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan Hari Kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Hari Kiamat sudah datang?” (QS. Muhammad: 18).
Allah telah memberikan kunci rahasia pada kita, bahwa kiamat akan datang tiba-tiba, tanpa kompromi, dan tiadalah yang mengetahui kapan kiamat itu terjadi, sekalipun Jibril yang senantiasa setia pada Allah. Oleh karenanya, karena kiamat itu tiba-tiba, maka Allah mempersilakan kita untuk memperbaiki amal ibadah. Wallahua’lam bishshawwab.
Sumber
Senin, 02 April 2012
10 Tanda Kiamat
Hati Yang Terkunci
“...Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, melainkan yang buta ialah hati yang terdapat di dada.” (QS al-Hajj:46).
Tatkala orang bersumpah di ruang publik dengan penuh percaya diri, sungguh siapa pun tak akan tahu persis apakah ia sedang jujur atau berdusta. Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Orang lain sebatas me nafsir dan menerka. Hak dan batil secara hakiki pasti berbeda, tetapi di tangan manusia keduanya sering kali menjadi sumir, gelap, dan serbarumit.
Para nabi diberi mukjizat untuk lebih meyakinkan kaumnya tentang kebenaran risalah Tuhan. Nabi Khidir harus melakukan tindakan aneh (khariq al-‘adat) untuk meyakinkan Musa as tentang hakikat sesuatu di balik yang tampak. Bahkan, Nabi Ibrahim dalam pencarian religiusnya sempat mengira matahari dan bulan sebagai kekuatan adikodrati sebelum sampai pada puncak kebenaran tauhid tentang Tuhan Yang Esa.
Namun, di tangan para penjahat dan pendusta berdasi, kebenaran itu menjadi kabur dan dimanipulasi. Mereka memiliki 1.001 akal bulus untuk menutupi kebenaran. Dari sumpah palsu hingga bermain teatrikal sebagai sosok suci dan baik hati di hadapan publik. Di panggung politik, bahkan orang seolah boleh berdusta dan bermuslihat buruk di bawah adagium “politik adalah seni segala kemungkinan”. Dan, para mafioso pun sering tampil sebagai sosok-sosok dermawan untuk menutupi dunia hitamnya.
Senaif itukah perilaku anak cucu Adam? Tentu saja tidak. Manusia itu multiwajah. Dari sosok yang baik, buruk, hingga kelabu. Tetapi, ketika kepalsuan sudah menjadi sistem dan budaya dominan maka banyak mutiara kebenaran, kebaikan, dan kepatutan menjadi mudah terkubur. Lalu, yang mekar ialah aneka serbasalah, buruk, dan seronok yang dibalut pesona indah. Di titik inilah betapa mahalnya harga sebuah kebenaran di negeri ini, bak mendulang butiran emas di lumpur pekat.
Salah Jalan
Negeri ini menjadi gaduh dengan banyak kerumitan krusial karena setiap masalah dibiarkan meluas dan termanipulasi. Uang negara dijarah dan korupsi kelas kakap sulit diberantas sampai ke akar. Sebab, para pelakunya berjamaah dan berada di pusat-pusat kuasa, yang piawai saling melindungi dan menyandera. Pegawai negeri sipil kelas bawah saja sampai memiliki rekening puluhan miliar.
Publik pun menyoroti sekian banyak elite politik berubah menjadi hartawan dan bergaya hidup mewah. Hukum tak bisa dipercaya karena para aparatnya terlibat kepentingan dan mudah disogok. Akibatnya, banyak masalah menjadi serbaruwet terjebak ling karan setan, yang menunjukkan betapa bobrok sistem dan perangai manusia di bumi tercinta ini. Mereka yang semestinya merawat negeri ini seperti pagar makan tanaman. Semua terjebak dalam lingkaran banyak kepentingan yang melibatkan transaksi-transaksi uang dan perkara-perkara haram. Mereka bukan berburu kebaikan untuk negeri, malah berlomba memperkaya diri, kroni, dan dinasti.
Inilah salah jalan para penggawa negeri yang ingin mengejar puncak hidup serbainderawi yang menggerus idealisme, yakni hidup melampaui batas kewajaran. Akibatnya, mereka harus terjerat korupsi dan menggerogoti kekayaan negeri. “ Alhakum at-takatsur, ”demikian sindiran Tuhan. Mereka berlomba-lomba mengejar hidup tanpa aturan dan tak akan pernah puas sampai ajal tiba sekalipun. Akibatnya, mereka menabrak batas-batas kebenaran, kebaikan, dan kepatutan.
Bukankah Tuhan telah mengajarkan manusia batas-batas dalam mengejar ambisi hidup. (QS al-An’am:32). Kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.
Dunia memang harus digeluti dan manusia bertakwa tidak boleh antidunia. Hidup jabariah dan uzlah sungguh tak dianjurkan. Tetapi, tidak berarti atas nama sikap qadariyah lantas hidup menjadi liar dan terpenjara dunia. Manusia bukan mengendalikan dunia, melainkan malah diperbudak dunia.
Buta Hati
Generasi bangsa ini setelah 66 tahun merdeka tampaknya perlu belajar kembali dari nol tentang hakikat hidup berbang sa dengan nurani yang fitri. Lebih-lebih menjadi pemangku amanat negeri agar menjadi suri teladan dan tidak salah jalan. Orang pandai, ahli, dan cerdas otak semakin banyak jumlahnya. Tetapi, untuk menemukan sebongkah kebenaran saja sulitnya minta ampun. Kearifan, kebaikan, dan etika menjadi barang mahal. Apalagi, untuk menegakkan kebenaran yang sering terasa pahit.
Maka, betapa sedikit atau mungkin banyak tetapi tidak hadir di permukaan para pemangku negeri yang sadar idealisme dalam mengemban amanat. Mereka banyak yang perkasa dalam hal bicara, profesi, intelektualitas, dan kehebatan segala hal, tetapi buta atau rabun nurani. Lihat QS al-Hajj:46. Ayat ini berkisah tentang sikap orang-orang yang ingkar kepada Allah dan mendustakan risalah para nabi seperti umat Nabi Nuh, Luth, Musa, Saleh, dan Ibrahim yang bertindak zalim dan akhirnya diazab Tuhan hing ga negerinya hancur.
“Istafti qalbaka!” (minta pendapatlah pada hati nuranimu!) Demikian sabda Nabi seraya menasihati bahwa “Kebaikan itu adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hati tenang, dan keburukan itu sesuatu yang mem buat jiwa gelisah dan hati bimbang.” (HR Ahmad dan al-Dari mi). Artinya, hati nurani itu selalu bersuara emas pada kebaikan, sebaliknya antidusta dan keburukan.
Hati tidak pernah menipu diri, apalagi menipu orang lain. Hati yang fitri, yang bersih dari anasir-anasir kepentingan materi, nafsu, dan godaan inderawi. Hati yang selalu membimbing kata sejalan tindakan, sumpah, dan kenyataan. Hati yang takut berdusta di hadapan siapa pun karena yakin betul Tuhan Mahamengawasi. Hati yang tidak memproduksi kata-kata indah yang jauh panggang dari api. Itulah hati yang bersih, al-qalb al-salim.
Namun, mana bisa bertanya pada hati manakala setiap asupan dalam dirinya setiap hari adalah barang serbabatil. Akibatnya, suara hati makin lama kian lirih, sunyi, dan mati. Lalu, yang menguasai diri dan bersuara lantang ialah nafsu.
Imam Al-Ghazali bermutiara hikmah: “Tubuh itu laksana kerajaan. Tangan, kaki, dan segenap anggota tubuh laksana pe kerja ahli. Syahwat itu bagaikan pemungut pajak. Amarah ibarat polisi. Hati nurani adalah raja yang menguasai singgasana. Akal itu perdana menterinya. Syahwat senantiasa menarik segala sesuatu pada kepentingan dirinya. Sedangkan, amarah berwatak keras dan kasar, yang suka menghukum dan menghancurkan.
Hati sang raja itu harus mengendalikan syahwat, amarah, juga mengendalikan akal. Hati harus menjafakeseimbangan semua kekuatan yang dimiliki manusia itu.” Sayangnya, tidak banyak anak cucu Adam yang tercerahkan hati nuraninya karena singgasana hidupnya telanjur dihegemoni oleh rezim nafsu serbaduniawi. Itulah hati yang terkunci.
Sumber