Dewasa ini mata bangsa masih terbelalak kepada ulah oknum yang gemar mempermainkan harta negara. Oknum itu dengan seenaknya me-mark up dan menyulap harta negara tanpa peduli terhadap nasib hidup rakyat yang kian menjepit. Padahal, sebagai bangsa yang religius telah mengetahui bahwa yang namanya harta negara adalah milik Allah SWT. (QS [2]:284).
Berdasarkan ayat ini tentu semua kekayaan alam yang ada di bumi adalah Allah pemiliknya. Umat manusia dengan ilmu dan keahliannya diperbolehkan mengeksploitasi potensi alam sepanjang manfaatnya untuk kesejahteraan umat. Di sinilah perlunya negara melakukan pengawasan harta negara (kekayaan alam) agar tidak terjadi penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Hasan Hanafi dalam bukunya Ad-Din wa Ats-Tsaurah menyebutkan, kata harta dalam dua bentuk. Sebagian dinisbahkan pada bukan pemilik dan sebagian dinisbahkan pada sesuatu (objek), seperti harta anak yatim dan harta kamu. Kebanyakan Alquran menyebut kata harta dengan objeknya sejumlah 54 kali. Ini menunjukkan bahwa pengawasan harta harus dihidupkan dengan aktivitas ekonomi yang kredibel, jujur, profesional, dan berjiwa entrepreneurship. Harta negara tidak boleh dimatikan atau dihancurkan oleh pribadi yang bermental cengeng, penyulap, dan korup.
Harta negara yang dikelola dengan jujur, mandiri, dan profesional, baik oleh pribadi pengusaha maupun pejabat negara, berarti telah melakukan pengawasan harta negara secara internal dan mulia. Buah dari kemandirian dan kejujurannya kemudian ia menjadi pribadi yang tidak lagi bernafsu merampas dan menguasai harta negara yang bukan haknya. Bahkan, ia akan turut dengan efektif membantu negara untuk menyejahterakan kaum lemah (yatim dan fakir miskin).
Dari sinilah sebenarnya pengawasan harta negara harus dimulai dengan akhlak yang baik dari dalam pribadi maupun pemimpin bangsa. Di era klasik tidak sedikit pemimpin yang menerapkan pengawasan harta negara dengan cara ketat dan konsisten. Nabi SAW ketika mengutus Muadz bin Jabal sebagai gubernur di Yaman, sebelum ia sampai ke tempat bertugas diminta kembali datang menghadap kepada Nabi, “Tahukah kamu mengapa aku memanggilmu kembali wahai Muaz?” tanya Nabi.
“Belum tahu ya Rasululullah.”
“Saya ingatkan lagi sejak engkau mengemban amanah ini jangan coba-coba mengambil sesuatu (untuk kepentingan pribadi) tanpa seizinku. Barang siapa yang berbuat curang, pada hari kiamat kelak akan dibangkitkan dalam keadaan memikul beban kecurangannya.”
Cara Nabi ini diikuti olen generasi berikutnya, Umar bin Khattab, seperti diceritakan Abdul Qadim Zallum dalam bukunya al-Amwal fi Dawlat al-Khilafah. Umar dengan tegas mengambil harta negara dari tangan Abu Sufyan pemberian dari anaknya, Muawiyah, yang menjadi Gubernur Syam senilai 10 ribu dinar.
Harta itu ditarik dan diserahkan kembali oleh Umar ke Baitul Mal (negara) setelah terlebih dahulu diadakan penyelidikan oleh lembaga pengawasan (semacam KPK) yang bernama al-Muraqabah dan al-Muhasabah al-Ammah (Badan Pengendali Harta Negara).
Ketegasan para pemimpin sangat efektif dalam menjaga harta negara dari para penyulap (koruptor) sehingga tidak terjadi mafia pencurian harta negara secara berkesinambungan.
Sumber
Kamis, 29 Maret 2012
Inilah Cara Rasulullah Mengawasi Harta Negara
Subhanallah, Pria Yahudi Ini Mengislamkan Jutaan Orang
Jad adalah seorang pria keturunan Yahudi. Di pertengahan hidupnya, ia memeluk agama Islam. Setelah bersyahadat, ia mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani.
Jad pun memutuskan hidupnya untuk berkhidmat dalam dakwah Islamiyah. Dia berdakwah ke negara-negara Afrika dan berhasil mengislamkan jutaan orang.
Sejatinya, Ibunda Jadullah adalah Yahudi fanatik, seorang dosen di salah satu lembaga tinggi. Namun di tahun 2005, dua tahun setelah kematian Jadullah, ibunya memeluk agama Islam.
Ibunda Jadullah menuturkan, putranya menghabiskan usianya dengan berdakwah. Dia mengaku telah melakukan beragam cara untuk mengembalikan putranya pada agama Yahudi. Namun, selalu gagal.
''Mengapa seorang Ibrahim yang tidak berpendidikan dapat mengislamkan putraku,'' ujar sang ibu terheran-heran. Sedangkan dia yang berpendidikan tinggi tak mampu menarik hati putranya sendiri kepada agama Yahudi.
***
Kisah Jad dan Ibrahim
Lima puluh tahun lalu di Prancis, Jad bertetangga dengan seorang pria Turki berusia 50 tahun. Pria tersebut bernama Ibrahim. Ia memiliki toko makanan yang letaknya di dekat apartemen tempat keluarga Jad tinggal. Saat itu usia Jad baru tujuh tahun.
Jad seringkali membeli kebutuhan rumah tangga di toko Ibrahim. Setiap kali akan meninggalkan toko, Jad selalu mengambil coklat di toko Ibrahim tanpa izin alias mencuri.
Pada suatu hari, Jad lupa tak mengambil coklat seperti biasa. Tiba-tiba, Ibrahim memanggilnya dan berkata bahwa Jad melupakan coklatnya. Tentu saja Jad sangat terkejut, karena ternyata selama ini Ibrahim mengetahui coklatnya dicuri. Jad tak pernah menyadari hal tersebut, dia pun kemudian meminta maaf dan takut Ibrahim akan melaporkan kenakalannya pada orang tua Jad.
"Tak apa. Yang penting kamu berjanji tidak akan mengambil apapun tanpa izin. Lalu, setiap kali kamu keluar dari sini, ambillah cokelat, itu semua milikmu!" ujar Ibrahim. Jad pun sangat gembira.
Waktu berlalu, tahun berubah. Ibrahim yang seorang Muslim menjadi seorang teman bahkan seperti ayah bagi Jad, si anak Yahudi. Sudah menjadi kebiasaan Jad, dia akan berkonsultasi pada Ibrahim setiap kali menghadapi masalah.
Dan setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengeluarkan sebuah buku dari laci lemari, memberikannya pada Jad dan menyuruhnya membuka buku tersebut secara acak. Saat Jad membukanya, Ibrahim kemudian membaca dua lembar dari buku tersebut kepada Jad dan memberikan saran dan solusi untuk masalah Jad. Hal tersebut terus terjadi.
Hingga berlalu 14 tahun, Jad telah menjadi seorang pemuda tampan berusia 24 tahun. Sementara Ibrahim telah berusia 67 tahun.
Hari kematian Ibrahim pun tiba. Namun sebelum meninggal, dia telah menyiapkan kotak berisi buku yang selalu dia baca acapkali Jad berkonsultasi. Ibrahim menitipkannya kepada anak-anaknya untuk diberikan kepada Jad sebagai sebuah hadiah.
Mendengar kematian Ibrahim, Jad sangat berduka dan hatinya begitu terguncang. Karena selama ini, Ibrahim satu-satunya teman sejati bagi Jad, yang selalu memberikan solusi atas semua masalah yang dihadapinya.
Selama 17 tahun, Ibrahim selalu mempelakukan Jad dengan baik. Dia tak pernah memanggil Jad dengan "Hei Yahudi" atau "Hei kafir" bahkan Ibrahim pun tak pernah mengajak Jad kepada agama Islam.
***
Hari berlalu, setiap kali tertimpa masalah, dia selalu teringat Ibrahim. Jad pun kemudian mencoba membuka halaman buku pemberian Ibrahim. Namun, buku tersebut berbahasa arab, Jad tak bisa membacanya. Ia pun pergi menemui salah satu temannya yang berkebangsaan Tunisia. Jad meminta temannya tersebut untuk membaca dua lembar dari buku tersebut. Persis seperti apa yang biasa Ibrahim lakukan untuk Jad.
Teman Jad pun kemudian membaca dan menjelaskan arti dua lembar dari buku yang dia baca kepada Jad. Ternyata, apa yang dibaca sangat pas pada masalah yang tengah dihadapi Jad. Temannya pun memberikan solusi untuk masalah Jad.
Rasa keingin tahuannya terhadap buku itu pun tak bisa lagi dibendung. Ia pun menanyakan pada kawannnya, "Buku apakah ini?" tanyanya. Temannya pun menjawab, "Ini adalah Alquran, kitab suci umat Isam," ujarnya.
Jad tak percaya sekaligus merasa kagum. Jad pun kembali bertanya, "Bagaimana cara menjadi seorang Muslim?"
Temannya menjawab, "Dengan mengucapkan syahadat dan mengikuti syariat." Kemudian, Jad pun memeluk agama Islam.
Setelah menjadi Muslim, Jad mengubah namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani. Nama tersebut diambil sebagai ungkapan penghormatan kepada Al-Qur'an yang begitu istimewa dan mampu menjawab semua permasalahan hidupnya selama ini.
Sejak itu, Jad memutuskan untuk menghabiskan sisa hidupya untuk menyebarkan ajaran yang ada pada Alquran.
Suatu hari, Jadullah membuka halaman Alquran pemberian Ibrahim dan menemukan sebuah lembaran. Lembaran tersebut bergambar peta dunia, ditandatangani Ibrahim dan bertuliskan ayat An-Nahl 125.
"Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik..." Jad pun kemudian yakin bahwa lembaran tersebut merupakan keinginan Ibrahim untuk dilaksanakan oleh Jad.
Jadullah pun meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika. Salah satu negara yang dikunjunginya yakni Kenya, di bagian selatan Sudan dimana mayoritas penduduk negara tersebut beragama Kristen.
Jadullah berhasil mengislamkan lebih dari enam juta orang dari suku Zolo. Jumlah ini hanya dari satu suku tersebut, belum lagi suku lain yang berhasil dia Islamkan. Subhanallah.
Sumber